Jumat, 08 Agustus 2008

Pemulung Misterius




Laki-laki berbaju kumal dan bertopi lusuh itu masih saja di sana. Danang menatapnya dengan tatapan penuh curiga. Sudah seminggu ini pemulung itu mangkal di ujung jalan dekat kompleks perumahan tepat Danang tinggal. Gerak-geriknya sangat mencurigakan. Pemulung itu selalu berdiri dekat bak sampah dan mengais-ngais barang-barang yang sekiranya akan laku untuk dijual. Namun, yang aneh adalah pemulung itu selalu sajaberdiri di tempat yang sama pada jam sama, jam Danang pulang sekolah.

Danang sering melihatnya ketika ia pulang sekolah. Dengan tatapan curiga ia amati gerak-gerik si pemulung misterius itu. Kadang-kadang pemulung itupun mengetahui kalau dirinya sedang diamati oleh Danang. Pemulung itupun sempat melempar senyumnya kepada Danang. Danang justru ketakutan dengan hal itu. Ia mempercepat langkahnya. Ia takut pemulung itu akan berbuat jahat kepada dirinya.

Danang mulai terganggu dengan keberadaan pemulung misterius itu. Setiap pulang sekolah ia memilih memutar jalan lain demi menghindari bertemu dengan pemulung misterius di jalan yang ia lewati. Agak jauh, memang. Karena ia harus mengambil jalan memutar kompleksnya agar sampai di rumahnya. Akibatnya sekarang ia sekarang sering terlambat pulang ke rumah. Di rumah, ibu yang keheranan melihat Danang yang tidak biasanya pulang ke rumah bertanya kepada Danang.

“Tumben kamu pulang terlambat, Danang. Ada apa? Kamu main ke rumah temanmu dulu ya?” selidik Ibu.

“Nggak kok, Bu. Danang sebenarnya langsung pulang ke rumah, tapi Danang jalan memutar dulu. Jadi Danang terlambar sampai di rumah,” jelas Danang.

“Lho, kenapa kamu harus memutar jalan? Memangnya jalan yang biasa kamu lewati sedang diperbaiki?” tanya ibu lagi.

“Nggak sih, Bu? Hanya saja sudah beberapa hari ini di ujung jalan dekat tempat pembuangan sampah ada seorang pemulung yang kelihatannya misterius sekali. Setiap hari ia ada di situ setiap Danang pulang sekolah. Danang kan jadi takut, Bu?” tambah Danang lagi.

“Masa sih? Ah, mungkin itu pemulung biasa yang mencari barang-barang yang masih bisa dipakai,” ujar ibu Danang.

“Tapi gerak-geriknya mencurigakan, Bu. Danang takut. Ia selalu menengok kesana kemari, sepertinya sedang mencari sesuatu. Jangan-jangan dia pencuri yang menyamar menjadi pemulung, Bu? tukas Danang.

“Danang, tak baik berburuk sangka seperti itu. Kalau Danang takut lewat di jalan itu, pulanglah bersama teman-temanmu agar aman,” nasehat ibu Danang,

“Iya, Bu.” Danang masih saja penasaran dengan keberadaan pemulung itu.

Danang berencana mulai besok ia akan pulang bersama Heri dan Eko, teman satu sekolah sekaligus tetangganya di kompleks perumahan ini.


* * * * *

Di sekolah Danang membicarakan hal tentang pemulung misterius itu dengan Heri dan Eko. Ternyata heri dan Ekopun merasakan ketakutan dan kecurigaan yang sama. Mereka merasa ada yang tidak beres dengan pemulung itu.

“Iya, aku juga curiga pada pemulung itu. Jangan-jangan ia adalah salah satu dari kawanan perampok yang bertugas mengawasi rumah-rumah yang akan mereka jadikan sasaran,” ucap Heri dengan ekspresi muka serius.

“Wah, gawat. Berarti kompleks rumah kita ada dalam bahaya, nih?” sahut Eko.
“Kita lihat saja dalam beberapa hari ke depan, jika ada kejadian perampokan, kita patut curiga dengan keberadaan pemulung misterius itu.” ujar Danang.

Siang harinya mereka pulang bersama-sama melewati jalan biasa. Mereka memberanikan diri melewati jalan itu karena mereka tak ingin kecapekan melewati jalan memutar. Mereka berharap dengan pulang bersama-sama mereka akan aman-aman saja.

Danang, Eko, dan Heri berbincang dan bercanda di sepanjang jalan. Mereka membicarakan pertandingan sepakbola antar sekolah minggu depan. Kebetulan ketiganya masuk tim inti. Tiba-tiba dari depan mereka di hadang oleh sekelompok anak-anak berandalan. Mereka agaknya lebih besar daripada Danang, Heri, dan Eko.

“Serahkan uang saku kalian pada kami, cepat,” bentak salah satu anak yang berambut keriting dan berkulit hitam.

Danang bergidik ketakutan. Di sakunya memang ada sejumlah uang. Tapi itu bukan uangnya sendiri, melainkan uang kas kelasnya. Ia memang bertugas sebagai bendahara di kelasnya.
“Kami tidak punya uang!” bentak Eko dengan berani.

Namun anak-anak berandalan itu justru kian berani. Ia mencengkeram kerah baju Eko. Danang dan Heri tak bisa berbuat apa-apa. Badan mereka jauh lebih kecil dibandingkan badan anak-anak berandalan itu. Di saat kepanikan melanda ketiganya. Tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh suara lantang seseorang.

“Hei, lepaskan anak itu!” seru suara itu. Spontan semuanya menoleh ke arah datangnya suara. Ternyata itu adalah pemulung yang sering berdiri mengais-ngais di bak sampah.

Anak-anak berandalan itu spontan kaget dan melarikan diri terbirit-birit demi mendengar bentakan pemulung itu.

Danang dan Heri masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Justru Eko yang buru-buru mengucapkan terima kasih kepada pemulung itu.

“Terima kasih atas pertolongan bapak, kalau tidak bapak entah apa yang terjadi pada kami bertiga,” ucap Eko.

“Sama-sama, Nak. Lain kali jika kalian diganggu lagi, berteriak saja, Bapak ada disekitar sini dan akan siap menolong kalian.” balas pemulung itu dengan tersenyum samar. Sesaat setelah itu pemulung itu berlalu dari hadapan ketiganya. Danang, Heri, dan Eko semakin heran dibuatnya.

“Ternyata dia baik ya, Her! Aku pikir dia orang jahat, ternyata dia malah justru menolong kita,” ujar Eko.

“Tapi menurutku tingkahnya tetap saja aneh, lihat dia pergi begitu saja sepertinya takut berbicara dengan kita,” sahut Danang.

“Ah, sudahlah, yang penting kita tidak usah takut lagi lewat di jalan ini. jelas-jelas dia bukan penjahat, walaupun tingkahnya aneh begitu,” ujar Heri menengahi.

Akhirnya ketiganyapun pulang dengan masih menyimpan tanda tanya besar tentang pemulung misterius itu. Sejak saat itu mereka memutuskan untuk tetap melewati jalan yang biasa mereka melewati. Dan seperti biasa, mereka masih saja melihat pemulung misterius itu berdiri di tempat biasanya ia mangkal. Namun hal itu tak lagi mengganggu bagi mereka.

* * * * * * * *

Pada hari Minggu, Danang dan dua temannya, Heri dan Eko bermain layang-layang di lapangan dekat kompleks rumah mereka. Lapangan itu juga tak jauh dari tempat biasanya pemulung misterius berdiri. Tapi aneh, sudah sejak pagi sampai menjelang siang hari ini pemulung misterius itu tak tampak lagi. Mungkin pemulung itu sudah pergi ke tempat yang lain, pikir mereka.

Hari mulai panas. Danang, Eko, dan Heri memutuskan untuk beristirahat sejenak. Mereka menuju teras sebuah rumah kosong yang rindang untuk beristirahat. Di hari Minggu seperti ini, kalau tidak bermain sepak bola mereka memang senang sekali bermain layang-layang di lapangan yang lumayan luas ini. Ketika sedang asyiknya beristirahat, tiba-tiba mereka mencium bau aneh, seperti sesuatu yang terbakar.

“Her, kamu mencium bau yang aneh tidak?” tanya Eko sambil menyenggol lengan Heri.

“ Iya, bau apa ini ya, seperti rokok atau sesuatu yang terbakar,” balas Heri.

“Sepertinya baunya berasal dari dalam rumah kosong ini, jangan-jangan ada hantunya rumah ini, hhiiyy...” Danang bergidik ketakutan.

“Huh, dasar penakut. Mana ada hantu siang bolong begini,” cibir Heri.

“Iya, sepertinya dari dalam rumah ini, kita intip yuk?” ajak Eko.

Lalu ketiganyapun mengendap-endap dan mengintip ke dalam rumah melalui jendela di samping rumah. Dan ternyata mereka melihat sesuatu yang mengejutkan. Di dalam rumah yang semula konon kosong itu ternyata ada beberapa orang yang sedang duduk-duduk sambil merokok. Selain merokok ada juga yang menyuntikkan sesuatu ke lengannya.

“Ih, ngapain mereka itu?” bisik Danang kepada kedua temannya.

“Wah, mereka sedang pesta narkoba sepertinya?” bisik Eko pula.

“Huh, sok tahu. Darimana kamu tahu mereka sedang pesta narkoba?” cibir Heri.

“Aku pernah melihatnya di televisi, mereka menyuntikkan sesuatu ke lengan mereka sendiri. Itu namanya memakai narkoba,”jawab Eko yakin.

Tiba-tiba tak sengaja Danang menendang kaleng bekas di dekat kakinya. Klontang,,,,,
Sontak semua orang yang sedang duduk-duduk itu menoleh ke arah suara kaleng itu.
“Hei...siapa di situ!” seru salah seorang dari mereka.

“Aduh, Danang. Kamu gimana sih, ketahuan kan. Ayo cepat kita keluar dari sini sebelum mereka melihat kita,” tukas Heri panik.

Lalu ketiganyapun segera berlari keluar dengan terbirit-birit ketakutan. Danang sempat melihat sekilas wajah mereka yang seram-seram dan penuh tato. Danang dan kedua temannya berusaha keluar dari rumah itu. Mereka terus berlari menyelamatkan diri. Gerombolan orang berwajah seram itu terus mengejar mereka.

“Hei, berhenti kalian!” bentak salah satu dari mereka. Karena takut ketiganyapun berhenti. Ketiganya panik dan ketakutan. Mereka kemudian mencengkeram tangan Danang, Heri, dan Eko dan tak membiarkannya lolos lagi. Di saat ketiganya sudah putus asa tiba-tiba mereka mendengar suara letusan yang memekakkan telinga.

“Berhenti, lepaskan ketiga anak itu. Kalian telah dikepung polisi!” seru seseorang.

Danang, Heri, dan Eko menoleh ke belakang. Ternyata di sana telah ada sekumpulan polisi yang siap menodongkan pistol ke arah gerombolan orang-orang seram itu. Yang mengejutkan, salah seorang dari mereka adalah si pemulung misterius.

Akhirnya, para pemuda berwajah seram yang ternyata para pengguna narkoba itu menyerahkan diri pada polisi. Untunglah mereka tidak membawa senjata tajam. Jadi, mereka tak melukai Danang, Heri, dan Eko.

Setelah semuanya diringkus oleh polisi, barulah mereka mendengar penjelasan dari Pak RT yang kebetulan juga berada di situ.

“Untunglah kalian selamat, anak-anak. Ini semua berkat kesigapan bapak-bapak polisi ini, juga komandan penggerebekan ini, Iptu Hendrawan, yang selama ini kalian lihat sebagai pemulung di skitar tempat ini,” ujar Pak RT sambil menunjukke pemulung misterius.

“Hah...jadi, bapak ini seorang polisi?” eko berkata dengan penuh ketakjuban.

“Iya, adik-adik. Maaf kalau selama ini bapak membuat kalian takut setiapkalian melewati jalan ini. Tapi ini bapak lakukan untuk mengintai gerak-gerik para pengguna narkoba yang memang telah menjadi target operasi kami,” jelas Iptu Hendrawan.

“Jadi benar mereka pesta narkoba?” tanya Danang.

“Benar sekali, saat kalian mengintip tadi mereka mungkin sedang menghisap ganja, yang mungkin kalian kira merokok,” jelasnya lagi.

“Tuh, kan. Apa aku bilang, mereka memang pesta narkoba.” ujar Eko.

Semuanya tersenyum. Danang masih takjub dengan peristiwa yang mereka alami baru saja. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pemulung misterius yang tadinya mereka curigai ternyata adalah seorang anggota polisi yang menyamar.

Akhirnya ketiganyapun pulang dengan perasaan puas karena mereka telah mengetahui siapa sebenarnya pemulung misterius itu.

Tidak ada komentar: