Jumat, 08 Agustus 2008

Meira dan Peri Hujan


Sore itu langit sangat gelap. Awan berkumpul berarak beriringan. Anginpun berhembus agak kencang. Udara mulai dingin. Tak berapa lama kemudian hujan turun. Mula-mula hujan gerimis, namun semakin lama hujan turun semakin deras. Tak hanya itu, petir dan kilatpun ikut menyambar-nyambar. Angin berhembus sangat kencang.

Di sebuah rumah, di sudut sebuah kamar. Seorang gadis kecil sedang menatap hujan yang turun dari balik jendela kamarnya dengan wajah menyiratkan kekecewaan. Gadis kecil itu bernaam Meira. Ia kecewa sekali hujan turun sore ini. Tadinya Meira dan keluarganya akan pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli tas baru untuk Meira. Namun karena hujan turun sangat deras, ayah Meira memutuskan untuk membatalkan acara pergi ke pusat perbelanjaan.
Meira sangat kecewa. Keinginannya untuk segera memiliki tas baru gagal. Ini semua gara-gara hujan, gerutunya. Ibunya yang melihat Meira kecewa berusaha menghiburnya.

“Sudahlah, Meira. Besok kalau sudah tidak hujan kita pergi mencari tas untuk kamu, : ujar ibunya sambil membelai kepala Meira.

“Tapi Meira sudah terlanjur bilang ke teman-teman, bu. Kalau Meira besok akan memakai tas baru,” ujar Meira sedih.

“Tapi Meira lihat sendiri, kan? Hujan deras begini, berbahaya kalau kita keluar rumah, lebih aman kita berdiam diri di dalam rumah. Kamu menonton kartun kesukaanmu saja, ya? Tuh, ibu sudah buatkan susu coklat hangat kesukaannmu.”

“Nggak mau, Meira mau tidur saja, ah!. Meira merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Ibu tahu Meira marah. Ibu geleng-geleng kepala melihat tingkah anak semata wayangnya itu. Sementara itu hujan di luar turun semakin deras. Susu coklat yang disiapkan ibu telah dingin. Dan Meira tetap tidak mau meminumnya.
* * * * * *

Keesokan harinya Meira berangkat sekolah dengan malas-malasan. Ia sama sekali tidak bersemangat. Itu gara-gara ia masih memakai tas lamanya. Padahal ia sudah tlanjur bilang ke teman-temannya bahwa hari ini ia akan membawa tas baru. Namun karena kemarin hujan dan ia tak jadi membeli tas di pusat perbelanjaan, maka ia masih memakai tas lamanya.
Benar saja, di kelas, Ratih teman sebangkunya menanyakan perihal tas baru itu kepada Meira.

“Mana tas baru kamu, Meira?” tanya Ratih.

“Aku kemarin tidak jadi pergi, habis hujan sih. Jadi aku belum membeli tas itu.” Jawab Meira dengan malu-malu.

“Huu, Meira bohong. Katanya hari ini kamu mau pakai tas baru? Mana?”cibir Anis teman sekelasnya yang lain.

“Aku nggak bohong kok. Kami kemarin memang sudah berencana ke pusat perbelanjaan, berhubung hujan, ayahnku membatalkannya!” jelas Meira dengan agak marah. meira malu dikatakan pembohong oleh teman-temannya.

Sepanjang hari itu Meira tidak bisa konsentrasi ke pelajaran IPA Bu Susi. Ia masih saja marah soal tas itu. Dan kekecewaan Meira tidak di situ saja. Sampai beberapa hari kemudian acara ke pusat perbelanjaan untuk membeli tas tetap saja tertunda karena ayah dan ibu sibuk bekerja dan selalu pulang malam baru hari minggu, Meira mendapatkan tas barunya. Namun Meira sudah telanjur kecewa dan tak tertarik lagi dengan tas barunya itu.

Di hari yang lain, hari ulang tahun Meira, Meira mengundang teman-teman sekelasnya untuk datang ke pesta ulang tahunnya yang ke-9. Segala keperluan pesta telah disiapkan oleh ayah dan ibu Meira. Pesta ulang tahun Meira akan diadakan di kebun belakang rumah Meira yang memang cukup luas dan asri. Di sana nanti akan ada berbagai macam permainan, balon, badut yang lucu dan tentu saja makanan yang lezat. Meira tak sabar menanti saat itu datang.

Di hari yang ditunggu-tunggu, pestapun dimulai. Meira memakai gaun hadiah ulang tahun dari ayahnya. Ia tampak cantik sekali. Meira sangat senang semua teman dan keluarganya bisa menghadiri pesta ulang tahunnya. Pesta yang diadakan di kebun itu semakin meriah dengan munculnya para badut yang lucu.

Sayangnya, pesta yang baru saja dimulai itu tiba-tiba dikacaukan dengan turunnya hujan gerimis yang tiba-tiba saja datang mengguyur. Semua bergegas masuk ke rumah dan menyelamatkan diri. Ada juga yang segera mengangkut makanan-makanan agar tidak basah karena hujan. Akhirnya pestapun dilanjutkan di dalam rumah. Meira tampak sangat kecewa. Pesta di dalam rumah tentu saja tidak seseru pesta di kebun. Sepanjang sisa pesta mukanya cemberut. Badut yang lucupun tidak membuatnya terhibur. Justru membuat Meira semakin kecewa. Semua ini gara-gara hujan, pikirnya.

Sampai malam tiba, Meira masih saja dibuat kesal dengan hujan yang turun dan mengacaukan pestanya. Meira jadi benci sekali dengan hujan.

Tak tahu kenapa tiba-tiba Meira telah ada di suatu taman yang indah, ia keheranan. Di manakah ini? Tiba-tiba seorang peri yang sangat cantik mendekatinya. Peri itu tersenyum padanya. Meirapun membalasnya dengan senyuman pula.

“Hai, Meira! Perkenalkan, aku Peri Hujan. Aku akan membawamu terbang bertamasya ke angkasa.” ujar Peri Hujan kepada Meira.

Belum sempat Meira menyadari keterkejutannya, Peri Hujan tiba-tiba telah membawanya terbang menuju angkasa. Mula-mula Meira ngeri dan takut melihat ke bawah. Tapi lama-kelamaan ia menikmati pemandangan yang terbentang di bawahnya.

“Indah bukan, meira?” tanya Peri Hujan

“Iya, Peri. Indah sekali pemandangan di bawah sana,” tukas Meira takjub.

“Kamu tahu, tidak? Sawah dan kebun yang membentang di sana, juga hutanyang hijau serta bunga-bunga yang bermekaran itu adalah berkat hujan yang senantiasa menyirami mereka hingga mereka dapat tumbuh subur.” Peri Hujan menjelaskan.

“O, ya? Tapigara-gara hujan juga Meora batal membeli tas baru, dan gara-gara hujan juga pesta ulang tahun Meira berantakan.” Meira berkilah.

“Tapi apa jadinya bila tidak ada hujan? Tanaman pasti akan mati, sawah kering dan hutan menjadi gersang. Dan yang menakutkan adalah penduduk kelaparan adan kesulitan air seperti yang terjadi pada mereka.” Peira Hujan menunjukkan Meira ke daerah lain yang tandus dan kekeringan dan terdapat pula bencana kelaparan.

“Jadi, jika Meira sebal dengan hujan yang turun karena mengganggu aktivitas Meira, orang-orang itu justru menantikan kedatangan hujan yang turun,” jelas Peri HUjan lagi.
Meira merenungi kata-kata Peri Hujan. Ia menyadari bahwa hujan memang banyak dibutuhkan oleh banyak orang. Walaupun hujan kadang mengganggu, namun keberadaanhujan tetap dinantikan demi kelangsungan berbagai makhluk hidup. Meira pun mengerti sekarang.

“Iya, peri. Mulai sekarang Meira tidak benci lagi sama hujan. Kasihan orang-orang yang kekeringan jika hujan tidak turun. Pak Tani di sana juga akan senang jika hujan turun menyirami sawahnya.” tukas Meira.

Peri Hujan tersenyum mendengar perkataan Meira. Setelah beberapa saat terbang melintasi angkasa dan melihat pemandangan dari atas, Peri Hujan membawa Meira kembali ke rumahnya.
Dan tiba-tiba saja Meira sudah kembali berada di kamarnya, di tempat tidurnya yang empuk. Apa aku baru saja bermimpi? Pikir Meira. Tapi apapun itu, kini Meira sadar. Ia tak akan menggerutu lagi jika hujan turun. Semua yangdiciptakan Tuhan pasti bermanfaat bagi makhluk hidup, termasuk hujan. Terima kasih Tuhan, terima kasih Peri Hujan yang telah menyadarkan Meira, ucapnya lirih.

Tidak ada komentar: